Saturday 29 March 2014

Bahaya Syiah

Banyak orang menyangka perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah dianggap sekedar dalam masalah Khifiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara Nu dengan Muhammadiyah, Madzhab Syafi’I dengan Madzhab Maliki, Hal ini dikarena begitu pandainya mereka (Syiah) menutupi kenohongannya. Perbedaan Madzhab Syafi’I dan Madzhab Maliki hanya dalam masalah Furu’iyah saja, tetapi perbedaan antara Ahlussnnah Waljamaah dengan Syiah, maka disamping perbedaan dalam masalah Furuu’ juda dalam Ushul.

Untuk itu penulis berusaha menjabarkan perbedaan-perbedaan tersebut berdasaran dari berbagai sumber:
Syiah secara etimologi bahasa berarti pengikut, sekte dan golongan.
Sedangkan dalam istilah Syara', Syi'ah adalah suatu aliran yang timbul sejak
pemerintahan Utsman bin Affan yang dikomandoi oleh Abdullah bin Saba',
seorang Yahudi dari Yaman. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, lalu
Abdullah bin Saba' mengintrodusir ajarannya secara terang-terangan dan
menggalang massa untuk memproklamirkan bahwa kepemimpinan (baca:
imamah) sesudah Nabi saw sebenarnya ke tangan Ali bin Abi Thalib karena
suatu nash (teks) Nabi saw. Namun, menurut Abdullah bin Saba', Khalifah
Abu Bakar, Umar, Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut.
Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib.
Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil tindakan oleh Ali bin Abi
Thalib, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian mereka melarikan diri ke Madain.

Aliran Syi'ah pada abad pertama hijriyah belum merupakan aliran yang solid
sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang
berkembang pada abad ke-2 hijriyah dan abad-abad berikutnya.

Perbedaan-perbedaan Syiah :
1.      Rukun Islam
a.       As-Sholah
b.      As-Shaum
c.       Az-Zakah
d.      Al-Haj
e.       Al-Wilayah
2.      Rukun Iman
a.       At-Tauhid
b.      An-Nubuwwah
c.       Al-Imamah
d.      Al-Adlu
e.       Al-Ma’ad
3.      Syahadat
Pada umumnya lafal Syahadat Asyhadu An La Ilaha Illallah Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah, akan tetapi Syiah, selain Syahadat di atas ditambah dengan menyebut dua belas imam mereka
4.      Imamah
Jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas, selalu lahir imam-imam sampai hari Kiamat, karenanya membatasi para Imam hanya Dua Belas saja atau dalam jumlah tertentu tidak dibenarkan, Syiah meyaniki Dua Belas Imam mereka dan termasuk Rukun Iman, karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada ke Dua Belas Imam tersebut, maka menurut ajaran Syaih dianggap Kafir.
5.      Khulafaur Rasyidin
Ahlussunnah mengakui kepemimpinan Khulafaur Rasyidin adalah Sah, mereka adalah :
a.       Abu Bakar
b.      Umar
c.       Utsman
d.      Ali Radhiallahu anhum
Tetapi Syiah tidak mengakui kepemimpinan Tiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at ke Tiga Khalifah tersebut)
6.      Kemaksuman para Imam
Ahlussunnah berpendapat Khalifah adalah manusia biasa yang tidak mempunyai sifatMa’shum, mereka dapat saja berbuat salah, dosa dan lupa, karena sifat Ma’shum hanya dimiliki oleh para Nabi dan Rasul, sedangkan kalangan Syiah meyakini bahwa 12 Imam mereka mempunyai sifat Ma’shum dan bebas dari dosa.
7.      Sahabat
Ahlussunnah melarang mencaci maki para Sahabat, sedangkan Syiah menganggap mencaci maki para sahabat tidak apa-apa, bahkan mereka berkeyakinan setelah Rasulullah SAW wafat, banyak para Sahabat yang murtad, karena para Sahabat membai’at Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.
8.      Sayyidah Aisyah
Sayyidah Aisyah sangat dihormati dan dicintai oleh Ahlussunnah, Beliau termasuk Ummahatul Mu’minin, Syiah melaknat, mencaci maki, memfitnah dan mengkafirkan Beliau.
9.      Kitab Hadits
Kitab Hadits yang digunakan sebagai sandaran Ahlussunnah adalah Kutubussittah : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Abu Dawud, At-Tarmidzi, Ibnu Majah, An-Nasa’I, semua kitab-kitab Hadits tersebut beredar luas dan dapat dibaca bebas. Kitab-kitab Hadits Syiah : Al Kaafi, Al Istibshor, Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih dan Att Tahdziib, kitab-kitab tersebut tidak beredar luas, hanya orang-orang tertentu dalam Syiah saja yang memilikinya.
10.  Mut’ah
Kawin yang dilakukan secara Kontrak, Rasulallah SAW sendiri melarang Nikah Mut’ah, sementara Syiah sangat menganjurkan Mut’ah dan halal bagi mereka.

Pokok-Pokok Penyimpangan Syiah pada Periode Pertama:

1.         Keyakinan bahwa imam sesudah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib ra.
2.         Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa)
3.         Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.
4.         Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam
5.         Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba' dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut
6.         Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut
7.         Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa' wal Firaq wal Bida' wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237)

Pada abad ke-2 hijriyah, perkembangan keyakinan Syi'ah semakin menjadijadi
sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan
terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti
Sofawiyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi
Khomaini dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.

Nikah Mut'ah

Nikah mut'ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan
maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan
habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan
nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan
antara keduanya.
Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah mut'ah dan nikah Islam (syar'i):
1.      Nikah mut'ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
2.      Nikah mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam
akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau
meninggal dunia
3.      Nikah mut'ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah
sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya
4.      Nikah mut'ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi
dengan jumlah istri hingga maksimal 4 orang.
5.      Nikah mut'ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni
harus dilaksanakan dengan wali dan saksi.
6.      Nikah mut'ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada
istri, nikah sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri

Dalil-Dalil Haramnya Nikah Mut'ah

Haramnya nikah mut'ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi saw juga
pendapat para ulama dari 4 madzhab.

Dalil dari hadits Nabi saw yang diwayatkan oleh Imam Muslim dalam
kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma'bad Al-
Juhaini, ia berkata: "Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan
haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan
bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita
tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh
saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: "Ada selimut seperti selimut".
Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan
harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah
saw sedang berpidato diantara pintu Ka'bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda,
"Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk
melakukan nikah mut'ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan
cara nikah mut'ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang
telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah
azza wa jalla telah mengharamkan nikah mut'ah sampai Hari Kiamat (Shahih
Muslim II/1024)

Dalil hadits lainnya: Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas
ra bahwa Nabi Muhammad saw melarang nikah mut'ah dan memakan daging
keledai jinak pada waktu perang Khaibar (Fathul Bari IX/71)

Pendapat Para Ulama

Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai
berikut:
1.      Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H)
dalam kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: "Nikah mut'ah ini bathil
menurut madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat
587 H) dalam kitabnya Bada'i Al-Sana'i fi Tartib Al-Syara'i (II/272)
mengatakan, "Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, yaitu nikah
mut'ah"
2.      Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya
Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334)
mengatakan, "hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut'ah mencapai
peringkat mutawatir" Sementara itu Imam Malik bin Anas (wafat 179 H)
dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130) mengatakan, "Apabila
seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya
batil."
3.      Dari Madzhab Syafi', Imam Syafi'i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-
Umm (V/85) mengatakan, "Nikah mut'ah yang dilarang itu adalah semua
nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang
perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu
bulan." Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-
Majmu' (XVII/356) mengatakan, "Nikah mut'ah tidak diperbolehkan,
karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat
mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu."
4.      Dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam
kitabnya Al-Mughni (X/46) mengatakan, "Nikah Mut'ah ini adalah nikah
yang bathil." Ibnu Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin
Hambal (wafat 242 H) yang menegaskan bahwa nikah mut'ah adalah
Haram
Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi'ah. Kami ingatkan
kepada kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis
Syi'ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama "Wajib mengikuti
madzhab Ahlul Bait", sementara pada hakikatnya Ahlul Bait berlepas diri dari
mereka, itulah manipulasi mereka. Semoga Allah selalu membimbing kita ke
jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan
pemahaman Salafus Shalih.

Kenapa Syi'ah Dinamakan Dengan Rafidhah?

Penamaan ini disebutkan oleh syeikh mereka Al Majlisi dalam bukunya "Al
Bihaar" dan ia mencantumkan empat hadits dari hadits-hadits mereka.
Ada yang mengatakan : mereka dinamakan rafidhah, karena mereka datang
ke Zaid bin Ali bin Husein, lalu mereka berkata : "Berlepas dirilah kamu dari
Abu Bakr dan Umar sehingga kami bisa bersamamu!", lalu beliau menjawab :
"Mereka berdua (Abu Bakr dan Umar) adalah sahabat kakekku, bahkan aku
setia kepada mereka". Mereka berkata : "Kalau begitu, kami menolakmu
(rafadhnaak) maka dinamakanlah mereka Raafidhah (yang menolak), dan
orang yang membai'at dan sepakat dengan Zaid bin Ali bin Husein disebut
Zaidiyah.

Ada yang mengatakan : mereka dinamakan dengan Raafidhah, karena
mereka menolak keimaman (kepemimpinan) Abu Bakr dan Umar.
Dan dikatakan mereka dimanakan dengan Rafidhah karena mereka menolak
Agama.

Apa Akidah Orang Rafidhah Terhadap Para Imam Mereka?

Rafidhah mendakwakan kema'suman (terjaga dari dosa) bagi para imam,
dan bahwasanya mereka mengetahui hal ghaib. Dinukil oleh Al Kulaini dalam
Usulul Kafi : "Telah berkata Imam Ja'far as Shodiq : "Kami adalah
perbendaharaan ilmu Allah, kami adalah penterjemah perintah Allah, kami
adalah kaum yang maksum, telah diperintahkan untuk menta'ati kami, dan
dilarang untuk menentang kami, kami adalah hujjah Allah yang kuat
terhadap siapa yang berada di bawah langit dan di atas bumi".

Al Kulaini meriwayatkan di Al Kafi : Bab "Sesungguhnya para imam, jika
mereka berkehendak untuk mengetahui, maka mereka pasti
mengetahuinya". Dari Jafar ia berkata : "Sesungguhnya Imam jika ia
berkehendak mengetahui, maka ia pasti mengetahui, dan sesungguhnya
para imam mengetahui kapan mereka akan mati, dan sesungguhnya mereka
tidak akan mati kecuali dengan pilihan mereka sendiri."

Khumaini yang celaka menyebutkan - dalam salah satu tulisannya bahwa
para imam lebih afdhal (mulia) dari para nabi dan rasul, ia berkata - semoga
Allah menghinakannya : "Sesungguhnya imam-imam kita mempunyai suatu
kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh malaikat yang didekatkan, dan tidak
pula oleh nabi yang diutus"

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Orang Rafidhah mendakwakan
sesungguhnya agama ini diserahkan kepada pendeta-pendeta dan rahibrahib,
maka yang halal itu adalah yang dihalalkan mereka, dan yang haram
itu adalah yang diharamkan mereka, serta agama itu adalah apa yang
mereka syariatkan".

Jika pembaca ingin melihat kekufuran, kesyirikan dan ghuluw (sikap
berlebih-lebihan mereka) -semoga Allah melindungi kita- maka bacalah
syair-syair yang diungkapkan oleh syeikh mereka zaman sekarang ini yaitu
Ibrahim Al Amili, terhadap Ali bin Abi Thalib -semoga Allah meridhai Ali- :

Abu hasan, engkaulah hakikat Tuhan (yang diibadati),
dan alamat kekuasaan-Nya yang tinggi.
Engkaulah yang menguasai ilmu ghaib,
maka mungkinkah tersembunyi bagimu akan sesuatu yang hasul.
Engkaulah yang mengendalikan poros alam,
bagimu para ulamanya yang tinggi.

Sedang kan untuk mengetahui mati dan di mana akan mati itu adalah rahasia yang tidak diketahui kecuali hanya Allah semata, Allah berfirman dalam surat Lukman ayat 34, (artinya) : "Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yagn dapat mengetahui (denga pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Bagimu amar (urusan) bila engkau menghendaki, kau menghidupkan besok,
bila engkau menghendaki kau cabut ubun-ubun.

Ali bin Sulaiman Al Mazidi mengutarakan syairnya dalam memuji Ali bin Abi
Thalib :

Abu Hasan engkaulah suami orang yang suci,
Dan (engkaulah) sisi tuhan yang diibadati serta jiwa rasul.
Dan (engkaulah) pernama kesempuranaan dan matahari akal,
(engkau) Hamba dari tuhan, dan engkaulah yang Maha Raja.
Engkau dipanggil oleh nabi di hari kadir,
Dan telah menaskan atas dirimu sesuai dengan kejadian Ghadir
Bahwasanya engkau bagi kaum mukminin adalah amir (pemimpin),
dia telah mengkalungkan kepadamu buhul kekuasaannya.
Kepadamulah kembalinya seluruh perkara,
dan engkaulah yang maha mengetahui dengan kadungan dada.
Engkaulah yang akan membangkitkan apa yang ada dalam kubur
Bagimulah pengadilan hari kiamat berdasarkan kepada nas.
Engkaulah yang maha mendengar dan engkaulah yang maha melihat
Engkau atas setiap sesuatu maha mampu.
Kalaulah tidak karena engkau, pasti bintang tidak berjalan
Kalaulah tidak karena engkau, pasti planet tidak berputar.
Engkaulah, dengan setiap makhluk mengetahui,
Engkaulah yang berbicara dengan ahli kitab.
Kalaulah tidak karena engkau, tidak mungkin musa
akan diajak berbicara, Maha suci Dzat yang telah menciptakanmu
Engkau akan melihat rahasia namamu di jagat raya,
Kecintaan terhadap dirimu seperti matahari di atas kening.
Kebencian terhadap dirimu di wajah orang yang membenci,
Bagaikan peniup api, maka tidak akan beruntung yang membencimu.
Siapa itu yang telah ada, dan siapa itu yang ada,
Tidak para nabi dan tidak (pula) para rasul,
Tidak (pula) qalam lauh dan tidak (pula) alam semesta,
(kecuali) Seluruhnya adalah hamba-hamba bagimu.
Wahai Abu Hasan wahai yang mengatur wujud,
(wahai) goa orang yang terusir, dan tempat berlindung pendatang.
yang memberi minum pengagungmu pada hari berkumpul (hari kiamat).
orang yang mengingkari hari berbangkit, adalah orang yang
mengingkarimu.
Wahai Abu Hasan wahai Ali yang gagah.
Kesetiaan padamu bagiku di dalam kuburku sebagai tanda penunjuk,
Namamu bagiku dalam keadaan sempit merupakan lambang
Dan kecintaan kepadamu adalah yang memasukkanku ke dalam
surgamu
Dengan lantaran dirimu kemulian yang ada pada diriku.
Bila datang perintah Tuhan yang Maha Mulia
Menyeru penyeru, berangkat-berangkat (kematian-kematian).
Dan tidaklah mungkin engkau akan meninggalkan orang yang
berlindung denganmu.

Apakah syi'ir seperti ini diucapkan oleh seorang muslim yang memeluk
agama Islam?, Demi Allah, bahkan sesungguhnya orang-orang jahiliyah
(Kafir) sekalipun belum pernah jatuh dalam kesyirikan dan kekufuran, terlalu
muja-muji / ghuluw seperti yang diperbuat oleh orang rafidhah celaka ini.

Apa Akidah Raj'ah Yang Diimani Oleh Orang Rafidhah?

Orang Rafidhah telah membuat bidah raj'ah, berkata Al Mufid : "Telah
sepakat mazhab imamiyah atas wajibnya terjadi raj'ah di kebanyakan dari
para orang yang telah mati". Yaitu (yang mereka maksudkan dengan raj'ah
ini) bangkitnya penutup imam-imam mereka, yang bernama Al Qaaim pada
akhir zaman, ia keluar dari bangunan di bawah tanah, lalu menyembelih
seluruh musuh-musuh politiknya, dan mengembalikan kepada syiah hak-hak.

mereka yang dirampas oleh kelompok-kelompok lain sepanjang masa (yang
telah berlalu)
Berkata sayid Al Murtadho di dalam kitabnya "Al Masail An Nashiriyah" :
"Sesungguhnya Abu Bakr dan Umar disalib pada saat itu di atas suatu pohon
di zaman Al Mahdi -yakni imam mereka yang kedua belas- yang mereka beri
nama Qaaim Ali Muhammad (penegak keluarga Muhammad), dan pohon itu
pertamanya basah sebelum penyaliban, lalu menjadi kering setelahnya.
Berkata Al Majlisi di dalam Kitab "Haqul Yakin" dari Muhammad Al Baqir
(berkata) : "Jika Al Mahdi telah keluar, maka sesungguhnya ia akan
menghidupkan 'Aisyah Ummul Mukminin dan ia melaksanakan
(menjatuhkan) hukum had (hudud) atas diri Aisyah".

Kemudian bagi mereka pemahaman raj'ah ini berkembang, dan mengatakan
(berlakunya) raj'ah (kembali hidup) seluruh orang syiah dan imam-imam
mereka dan seluruh musuh mereka bersama imam-imam mereka. Akidah
khurafat ini mengungkapkan rasa dengki yang tersembunyi di dalam diri
mereka, yang mereka mengungkapkan rasa dengki itu dengan cerita
dongeng seperti ini. Dan adalah keyakinan ini merupakan sarana (jembatan)
yang diambil oleh orang-orang Sabaiyah untuk mengingkari hari akhirat.

Sebutan Raffidah ini erat kaitannya dengan sebutan Zaid bin Ali, anak dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama pengikutnya memberontak pada Khalifah Bani Ummayah Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan Tahun 121H.

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat dan Mohon Maaf jika terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan, Kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

Sumber :
1.      Syaikh Abdullah bin Muhammad As Salafi
2.      Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql
3.      kitab Al-Mabsuth (V/152) Tulisan Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H)
4.      kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) Tulisan Ibnu Rusyd (wafat 595 H)
5.      kitab Al-Umm (V/85) Tulisan Imam Syafi'i (wafat 204 H)
6.      kitab Al-Majmu' (XVII/356) Tulisan Imam Nawawi (wafat 676 H)
7.      kitab Al-Mughni (X/46) Tulisan Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H)
8.      Wikipedia
9.      Berbagai sumber

No comments :

Post a Comment

MENU BAR